Kumpulan Tulisan H. Amri Darwis,- Ketika era dunia menjadi tanpa batas sebagai akibat kemajuan teknologi, informasi seperti sekarang ini, menjadikan planet yang kita huni dikenal dengan sebutan “The Big Village” atau “The Borderless World’.
Ada suatu
kejadian penting yang dialami oleh penduduk dunia di belahan bumi lainya. Jika dilihat dari aspek kejadian
tersebut, tentu bagus-bagus saja. Tetapi nyatanya, keadaan itu tidak sedikit
pula menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Terutama sekali
menyangkut dimensi sosio kultural masyarakat.
Kita mengenal
apa yang disebut dengan alkulturasi asimetris, di mana budaya bangsa-bangsa
yang telah maju, sangat mendominasi budaya masyarakat di Negara-negara yang
sedang berkembang, termasuk Indonesia di dalamnya.
Disamping itu,
terjadi pula Culture Shock sebagai
akibat terjadinya ketimpangan transaformasi, karena tidak adanya nalar kritis
yang bermuara pada peniruan budaya asing secara kasat mata saja, tanpa melihat
eksistensi totalnya.
Namun jika
disadari, dampak dari era globaliasi, ternyata tidak melulu negatif saja,
tetapi ada juga positifnya. Karena itu bila kita berbicara tentang akses
globalisasi , maka kita akan melihat dua wajah antagonistik , yaitu:
1.
Berupa kontribusi positif,
terlihat dari tampilan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemakmuran
materil yang dirasakan manusia walaupun tidak merata.
2.
Kontribusi negatif antara
lain:
Merebaknya
pandangan yang anthropocentris, mengakibatkan
lahirnya manusia-manusiasekuler dengan sifat-sifat penekanan pada rasionalitas,
individualistis dan materialistis.
Timbulnya
dimensi destruktif berupa kepanikan epistemologis stsu kegelisahan spiritual
psikologis, hal itu terlihat dengan adanya kekerasan, KKN, tawuran dan lainya.
Memarginalisasikan
ajaran-ajaran Allah dan RasulNya, sementara harga diri diukur berdasarkan aspek
fisik dan materi semata. Dampak negatif itulah yang melahirkan cultural chaos atau kegalauan budaya
yang sangat merusak tatanan social dan kehidupan masyarakat. Hal ini terlihat
dari merebaknya berbagai penyakit masyarakat berupa perjudian, miras,
prostitusi, yang menurut perhitunganya, menyerap dana dari masyarakat puluhan
triliun rupiah pertahunya.
Bagi umat Islam,
untuk menghadapi dan mengatasi masalah ini, tentu saja harus menggunakan cara
atau tuntunan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Jika dilihat
dari pandangan Islam, para sahabat pernah berpendapat berkaitan dengan baik
buruknya kualitas umat, yakni Baik buruknya keadaan suatu umat, ditentukan
oleh baik buruknya dua golongan manusia, yaitu Umara dan Ulama. Bila baik
keduanya, maka akan baiklah umatnya, bila buruk keduanya , maka akan buruk
pulalah umatnya.
Berdasarkan hal
tersebut, usaha yang perlu kita prioritaskan adalah bagaimana agar
mereka-mereka yang berada pada posisi Umara dan Ulama, benar-benar mereka yang
mempunyai kualitas kepribadian baik menurut criteria ajaran islam. Dengan
demikian, mereka benar-benar harus merupakan orang-orangterbaik yang ada dalam
masyarakat.
Untuk mengarah
kepada terciptanya Umaro dan Ulama yang baik, dapat ditempuh dengan jalan
antara lain:
Karena saat ini
kita berada di era reformasi dan otonomi, kalau dulu berlaku sistem top down , dan sekarang era bottom up. Berarti masyarakat mempunyai
kesempatan untuk memilih pemimpin mereka sendiri. Karena itu, masyarakat harus
mampu memilih calon pemimpin yang disamping mempunyai kompetensi, jujur,
amanah, juga mempunyai visi jauh kedepan, sehingga bias dijadikan teladan oleh
masyarakat.
Bagi siapa saja
yang ada pada posisi umaro dan ulama, entah berada ditingkat manapun juga,
harus benar-benar merupakan figure yang mampu menjalankan amanah dengan baik,
mampu membela kepentingan masyarakat banyak, selalu berusaha mengajak
masyarakat ke jalan Allah dan Rasul, serta tidak mengeploitasi masyarakat
sebagai komoditi yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Dengan demikian,
bila semua umaro dan ulama sudah merupakan orang-orang yang baik menurut Islam,
insyaallah akan baik pulalah masyarakatnya. Walaupun secara sadar, untuk mewujudkan
itu perlu waktu.
Maka itu,
marilah sedini mungkin kita tetapkan niat yang sama untuk bersama-sama pula
menegakkan syariat Islam di tengah-tengah kehidupan kita. Semoga dengan niat
yang baik, Allah akan memberikan kita kemudahan dalam merealisirnya menjadi
kenyataan.