Awak Juo

Agama Islam Wahyu Allah untuk Kita, Jalankan Utamakan Optimalkan.

Awak Juo

Adat Warisan untuk Anak Kemenakan, Jalankan Utamakan Optimalkan.

Awak Juo

Agama Islam Wahyu Allah untuk Kita, Jalankan Utamakan Optimalkan.

Awak Juo

Adat Warisan untuk Anak Kemenakan, Jalankan Utamakan Optimalkan.

Awak Juo

Adat Warisan untuk Anak Kemenakan, Jalankan Utamakan Optimalkan.

Selasa, 25 Februari 2014

DEVISION OF WORK

Kumpulan Tulisan H. Amri Darwis,-Dalam suatu keluarga Islam sudah ditegaskan adanya Division of Work . Si suami adalah kepala keluarga yang bertanggung jawab atas keluarga secara keseluruhan. Sementara si isteri adalah Kepala Rumah Tangga.
H.R:Bukhari menegaskan Warrijulu rotin Jiahlihi, yang artinya laki-laki atau suami itu adalah Kepala Keluarga, Wa mar atu ro’iyatun fi baiti zaujiha, isteri adalah Kepala Rumah Tangga suaminya.
Si suami bertanggung jawab dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan semua anggota keluarganya. Untuk sumber nafkah yang harus berkualitas Halalan Thoiyiban (Q.S.AL Baqarah 168)
Ajaran islam memberikan ajaran yang sangat tinggi terhadap hasil pencarian yang dinafkahkan untuk keluarga seperti disabdakan Rasullullah, “Dirham yang paling tinggi nilainya disisi Allah adalah Dirham yang digunakan untuk member nafkah keluarga.
Kepada si isteri sebagai bagian dan komponen yang strategis dari suatu keluarga dalam menciptakan keluarga sakinah: juga diberikan peluang yang sama untuk mendapatkan sesuatu yang baik di sisi Allah. Di antaranya bagaimana kepatuhan isteri kepada suami. Tidak hanya baik buat isteri bahkan dapat mengampunkan dosa orangtuanya.
Seperti dikisahkan, Muti’ah yang dipesankan suaminya agar salama dia pergi berniaga jangan meninggalkan rumah, kemudian hal ini betul-betul dijalankan. Bahkan sekalipun dia diberi tahu bahwa ibunya sakit sampai akhirnya meninggal dunia, Muti’ah tetap tidak pergi. Sikap Muti’ah tersebut diadukan kepada Rasullullah:yang dijawab,”Dosa ibunya diampunkan Allah karena kepatuhan anaknya kepada suaminya”
Bagaimana pulam Islam member motivasi kepada anak keturunan kita, agar ikut serta dalam membangun keluarga yang Islami? Hal ini tergambar dalam, abda Rasullullah yang menyatakan,” ada 3 amalan yang sangat dicintai oleh Allah, yaitu Asshalatu ‘ala wa’ika (sholat pada waktunya), jihad fi sabilillah (berjuang dijalan Allah), dan birul walidain (anak yang patuh kepada orang tua).
Apabila salah satu unsur yang menjadi bagian dari suatu keluarga tidak mempoisikan diri dan tidak menjalankan tugas dan tanggungjawab seperti yang digarikan dalam ketentuan islam, maka proses terbentuknya keluarga sakinah akan terganggu.
Katakanlah bila si suami memberikan nafkah dari sumber yang tidak halalan thoyiban, boleh jadi anak-anak akan tumbuh sehat secara jasmani, namun secara moral, ahklak dan perilaku bias sebaliknya. Apalagi Rasullullah menyatakan,”sesuatu yang dibangun dari yang haram, neraka balasanya”.
Begitu pula bila si isteri yang seharusnya mengatur kebersihan dan kerapian rumah, mengatur dan memenuhi kebutuhan anak-anak, membimbing dan mengawasi perkembangan dan pertumbuhan anak-anak, tetapi jarang berada dirumah, sehingga tugas dan kewajibanya diserahkan kepada orang lain, katakanlah itu kepada pembantu misalnya.
Boleh jadi kebersihan dan kerapian rumah serta kebutuhan makanan sehari-hari bias terpenuhi, tetapi bagaimana dengan fungsi mendidik dan mengawasi perilaku anak-anak. Kasih sayang orang tua terhadap anak tidak akan bias disamai oleh orang lain, karena antara anak   dengan orang tua terdapat hubungan batin yang sangat dekat.
Hal ini tidak akan didapat si anak dari pembantu. Apalagi tingkat pendidikan rata-rata pembantu umumnya rendah sehingga kalau terjadi sesuatu pada si anak yang sebenarnya dapat berpengaruh pada perkembangan fisik dan intelektualnya, biasanya si pembantu tidak berani melaporkan hal tsb kepada majikan mereka.
Dari segi lain, bisakah pembantu mengatur atau melarang anak majikan mereka melakukan sesuatu yang mereka tahu itu tidak benar?kalaupun ada probilitasnya sangat kecil. Oleh karena itu lebih sering orang tua mengetahui setelah situasi menjadi serius seperti kecanduan obat terlarang, pergaulan bebas dll.

Jadi didalam ajaran islam terlihat sangat berkeseimbangan dan proposional sekali:semua pihak mempunyai tugas dan tanggung jawab. Dan Allah memberikan unsur pendorongnya agar masing-masing mereka mau melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan. Yang perlu kita pertanyakan saat ini adalah,apakah kita sudah memanfaatkan unsur-unsur pendorong tersebut, atau malah kita menggunakan pendorong lain?